Friday, November 18, 2011

ilmu hukum pidana dan kriminologi, fungsi hukum pidana, tindak pidana, jenis jenis tindak pidana,perbuatan melawan hukum


Fungsi Hukum Pidana
1. Umum

fungsi umum hukum pidana adalah untuk mengatur hidup kemasyarakatan atau menyelenggarakan tata dalam masyarakat (Sudarto)

Berisi ketentuan hukum pidana yang berlaku untuk seluruh lapangan hukum pidana, baik yang terdapat dalam KUHP maupun diluar KUHP , kecuali ditentukan lain.

Bagian umum ini, dalam KUHP dimuat dalam Buku I KUHP (Aturan Umum), pasal 1-103. Mengatur tentang ketentuan tentang batas berlakunya KUHP, pidana, hal yang menghapuskan, mengurangkan atau memberatkan pidana, percobaan, penyertaan, perbarengan daluarsa dsb.

Pasal 103 merupakan aturan penutup yang mengatur tentang dapat dibuatnya UU pidana lainnya diluar KUHP.

2. Khusus

Melindungi kepentingan hukum dari perbuatan yang hendak memperkosanya dengan sanksi pidana yang sifatnya lebih tajam bila dibandingkan dengan sanksi pidana yang terdapat pada cabang hukum yang lain.

Kepentingan hukum yang wajib dilindungi itu ada tiga macam yaitu :

    Kepentingan hukum perorangan (individuale belangen) misalnya kepentingan hukum terhadap hak hidup (nyawa), kepentingan hukum atas tubuh, kepentingan hukum akan hak milik benda, kepentingan hukum terhadap harga diri dan nama baik, kepentingan hukum terhadap rasa susila, dsb.
    Kepentingan hukum masyarakat (sociale of maatschapppelijke belangen), misalnya kepentingan hukum terhadap keamanan dan ketertiban umum, ketertiban berlalu lintas di jalan raya, dsb.
    Kepentingan hukum negara (staatsbelangen), misalnya kepentingan hukum terhadap keamanan dan keselamatan negara, kepentingan hukum terhadap negara-negara sahabat, kepentingan hukum terhadap martabat kepala negara dan wakilnya, dsb.

Berisi perbuatan yang dapat dipidana dan ancaman pidananya. Diatur dalam Buku II (kejahatan) dan Buku III (Pelanggaran) KUHP.

Perbedaannya terletak pada berat ringannya pidana yang diancamkan Kejahatan lebih berat daripada pelanggaran. Ancaman pidana terberat hanya diancamkan  dengan kurungan paling lama 1 tahun

Sanksi hukum pidana mempunyai pengaruh preventif (pencegahan) terhadap timbulnya pelanggaran-pelanggaran norma hukum (Theorie des psychischen Zwanges / ajaran Paksaan Psikis)

Sanksi hukum pidana yang bersifat khusus ini dapat dibedakan :

a. fungsi primer
Hukum pidana berfungsi sebagai sarana dalam penanggulangan kejahatan atau sarana kontrol sosial atau pengendalian masyrakat (as a tool for social engineering)

Hukum pidana mendapatkan dimensi moral dalam melindungi masyarakat dan orang dari kejahatan dan penjahat serta melindungi warga masyarakat dari campur tangan penguasa yang menggunakan pidana sebagai sarana secara tidak benar

b. fungsi sekunder
Pengaturan tentang kontrol sosial yang dilaksanakan secara spontan atau dibuat negara dengan alat perlengkapannya

c. fungsi subsidier
Usah melindungi masyarakat dari kejahatan hendaknya digunakan upaya-upaya lain terlebih dahulu. Bila dipandang kurang memadai, maka digunakanlah hukum pidana (Ultimum Remedium)

Pidana berarti nestapa atau penderitaan. Jadi, hukum pidana merupakan
hukum yang memberikan sanksi berupa penderitaan atau kenestapaan bagi orang yang melanggarnya. Karena sifat sanksinya yang memberikan penderitaan inilah hukum pidana harus dianggap sebagai ultimum remidium atau obat yang terakhir apabila sanksi atau upaya-upaya hukum lain tidak mampu menanggulangi perbuatan yang merugikan.

Dalam pengenaan sanksi hukum pidana terdapat hal yang tragis sehingga

hukum pidana dikatakan sebagai “pedang bermata dua”. Maksudnya, satu sisi hukum pidana melindungi kepentingan hukum (korban) namun dalam sisi yang lain, pelaksanaannya justru melakukan penderitaan terhadap kepentingan hukum (pelaku).

Karena demikian, hukum pidana harus dianggap sebagai ultimum remidium (obat terakhir jika hukum lain tak mampu).

Ilmu Hukum Pidana dan Kriminologi
Ilmu hukum pidana

Ilmu hukum pidana berfungsi memberi keterangan terhadap hukum pidana yang berlaku. Ilmu ini mempelajari norma hukum dan pidana. Objek ilmu hukum pidana adalah hukum pidana

Tujuan mempelajari hukum pidana agar aparat penegak hukum dapat menerapkan aturan-aturan hukum pidana tersebut secara tepat dan adil.

Pidana dirasakan sebagai suatu yang tidak enak , sebagai penderitaan (nestapa). Oleh karena itu tidak boleh menjatuhkan pidana secara sembarangan, perlu adanya pembatasan. Oleh Karena itu hukum pidana harus :

    Menganalisa dan menyusun secara sitematis aturan-aturan tersebut
    Mencari azas-azas yang  menjadi dasar dari peraturan UU pidana.
    Memberi penilaian terhdap azas-azas tersebut apakah sudah sesuai dengan nilai dari negara atau bangsa yang bersangkutan dan selanjutnya juga.
    Menilai apakah peraturan-peraturan pidana yang berlaku sejalan dengan azas-azas tadi.

Ini adalah ilmu hukum pidan dalam arti sempit atau sering disebut ”straafrechtsdogmatik”


Kriminologi
Kriminologi adalah ilmu yang mempelajari kejahatan sebagai :
a.      gejala masyarakat (social phaenomeen) :
Gejala kejahatan, ”penjahat”, dan mereka yang ada sangkut-pautnya dengan kejahatan
b.      sebab-sebab kejahatan (fisik dan psikis)
c.      reaksi masyarakat terhadap kejahatan
Baik secara resmi oleh penguasa maupun tidak resmi oleh masyrakat umum.

Antara ilmu hukum pidana dan kriminologi memiliki hubungan yang bersifat timbal-balik dan interdependen. Ilmu hukum mempelajari akibat hukum dari perbuatan yang dilarang, sedangkan kriminologi mempelajari sebab dan cara menghadapi kejahatan.

Kejahatan yang dimaksudakan adalah sebagai berbuat dan tidak berbuat yang bertentangan dengan tata cara yang ada dalam masyarakat. Dilihat dari sudut ini maka lapangan penyelidikannya tidak hanya terbatas pada perbuatan-perbuatan yang  oleh pembentuk UU dinyatakan sebagai delik.

Istilah tindak pidana.
a. Strafbaarfeit
b. Delik (delict)
c. Peristiwa pidana (E. Utrecht)
d. Perbuatan pidana (Moeljatno)
e. Perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum
f. Hal yang dapat diancam dengan hukum
g. Perbuatan-perbuatan yang dapat dikenakan hukuman
h. Tindak pidana (istilah ini merupakan pendapat Sudarto dan diikuti oleh para pembentuk UU).

Pengertian dan unsur unsur tindak pidana.
Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana (yuridis normatif). Kejahatan atau perbuatan jahat bisa diartikan secara yuridis atau kriminologis.

Kejahatan atau perbuatan jahat dalam arti yuridis normatif adalah perbuatan seperti yang terwujud in abstracto dalam peraturan pidana. Sedangkan dalam kriminologis adalah [perbuatan manusia yang memperkosa / menyalahi norma yang hidup di masyarakat secara kongkret.

Pengertian tindak pidana menurut Moeljatno dibedakan dapat dipidananya perbuatan dan dapat dipidananya orang. Dibedakan pula perbuatan pidana (criminal act) dengan pertanggungjawaban pidana (criminal reponsibility / liability). Moeljatno penganutpandangan dualistis yang berbeda dengan pandangan monistis

Pandangan dualistis

Pandangan yang memisahkan antara dilarangnya suatu perbuatan pidana (criminal act atau actus reus) dan dapat dipertanggungjawabkannya si pembuat (criminal responsibility atau mens rea). Mens rea : criminal intent atau sikap batin jahat.

Di negara yang menganut sistem Anglo Saxon berlaku asas atau maxim mens rea : ”Actus non facit reum nisi mens sit rea (an act does not make a person guilty, unless the mind is guilty)

Penganut pandangan dualistis adalah H.B. Vos, WPJ, Pompe dan Moeljatno, contohnya :

Moeljatno, unsur-unsur perbuatan (tindak) pidana :

a.      perbuatan manusia
b.      memenuhi rumusan UU (syarat formil : sebagai konsekuensi adanya asas legalitas)
c.      bersifat melawan hokum (syarat materiil : perbuatan harus betul-betul dirasakan oelh masyarakat sebagai perbuatan yang tidak boleh atau tidak patut dilakukan karena bertentangan dengan tata pergaulan di masyarakat)
d.      Kesalahandan kemampuan bertanggungjawab tidak masuk sebagai unsure perbautan pidana karena unsur ini terletak pada orang yang berbuat.

Pandangan Monistis   

Keseluruhan syarat untuk adanya pidana merupakan sifat dari perbuatan.

Penganut pandangan monistis adalah : Simons, Van Hamel, E. Mezger, J. Baumann, Karni dan Wirjono Prodjodikoro. Definisi yang dikemukakan : tidak adanya pemisahan antara perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana, misalnya :

Simons, unsur-unsur tindak pidana :

a.      Perbuatan manusia (positif atau negatif, berbuat atau tidak berbuat atau membiarkan)
b.      diancam dengan pidana
c.      melawan hukum
d.      dilakukan dengan kesalahan
e.      orang yang mampu bertanggungjawab.

Kesimpulan terhadap perbedaan antara pandangan monistis dan dualistis :

a.      Untuk menentukan adanya pidana, kedua pandangan ini tidak mempunyai perbedaan yang prinsipiil
b.      Bagi yang berpandangan monistis, orang yang melakukan tindak pidana sudah dapat dipidana
c.      Bagi yang berpandangan dualistis, orang yang melakukan tindak pidana belum mencukupi syarat untuk dipidana karena harus disertai pertanggungjawaban pidana yang ada pada diri orang yang berbuat.

Unsur-unsur tindak pidana pemidanaan menurut Sudarto :

Syarat pemidanaan -> pidana

Mencakup:

1.      Perbuatan
a.      memenuhi rumusan UU
b.      bersifat melawan hukum (tidak ada alasan pembenar)

2.      Orang (Berupa Kesalahan / Pertanggungjawaban)
a.      mampu bertanggung jawab
b.      dolus atau culpa (tidak ada alasan pemaaf)
Jenis jenis tindak pidana.
a.      Kejahatan dan pelanggaran

Pembagian delik atas kejahatan dan pelanggaran disebutkan oleh UU. Buku II : Kejahatan buku III : Pelanggaran.

Ada dua pendapat :

1)     Perbedaan secara Kualitatif
a)      Rechtsdelict(en), artinya perbuatan yang bertentangan dengan keadilan.
Pertentangan ini terlepas perbuatan itu diancam pidana dalam suatu per-UU-an atau tidak. Jadi, perbuatan itu benar-benar dirasakan masyarakat sebagai bertentangan dengan keadilan.
Misal : pembunuhan, pencurian. Delik-delik semacam ini disebut kejahatan (mala per se).
b)      Wetsdelict(en), artinya perbuatan yang disadari oleh masyarakat sebagai suatu tindak pidana karena UU menyebutnya sebagai delik. Delik semacam ini disebut pelanggaran (mala quia prohibita)

2)     Perbedaan secara Kuantitatif
Perbedaan ini didasarkan pada aspek kriminologis, yaitu pelanggaran lebih ringan dibandingkan dengan kejahatan. Pembagian delik dalam kejahatan dan pelanggaran terdapat pendapat yang menentang. Dalam RUU KUHP pembagian ini tidak dikenal lagi. Istilah yang dipakai adalah ”Tindak Pidana”

b.      Delik Formil dan Delik Materiil

Delik formil
Delik yang perumusannnya dititikberatkan kepada perbuatan yang dilarang oleh UU. Perwujudan delik ini dipandang selesai dengan dilakukannya perbuatan seperti yang tercantum dlam rumusan delik. Misalnya, Pasal 156, 209, 263 KUHP.

Delik Materiil
Delik yang perumusannnya dititikbertkan kepada akibat yang tidak dikehendaki (dilarang). Delik ini dikatakan selesai bila akibat yang tidak dikendaki itu telah terjadi. Bila belum, maka paling banyak hanya ada percobaan, misalnya : Pasal-pasal 187, 388 atau 378 KUHP.

c.      Delik Commissionis, Delik Ommissionis dan Delik Commissionis Per Ommissionem Commissa

Delik Commissionis
Delik berupa pelanggaran terhadap larangan, misalnya berbuat sesuatu yang dilarang, pencurian, penggelapan, penipuan.

Delik Ommissionis
Delik berupa pelanggaran terhadap perintah, yaitu tidak melakukan sesuatu yang diperintahkan / diuharuskan. Misalnya, tidak menghadap sebagai saksi di pengadilan (Pasal 522 KUHP), tidak menolong orang yang memerlukan pertolongan (Pasal 531 KUHP).

Delik Commissionis Per Ommissionem Commissa

Delik pelanggaran larangan tetapi dapat dilakukan dengan cara tidak berbuat. Misalnya : seorang ibu yang membunuh bayinya dengan tidak menyusui (Pasal 338 atau 340 KUHP)

b.     Delik dolus (Kesengajaan) dan delik culpa (kealpaan / kelalaian)

Delik dolus (Kesengajaan), misalnya Pasal 187, 197, 338 KUHP
Delik culpa (kealpaan / kelalaian), misalnya Pasal 195, 359, 360 KUHP.

c.      Delik tunggal dan delik ganda

Delik tunggal adalah delik yang dilakukan satu kali. Delik ganda adalah delik yang dilakukan berkali-kali, misalnya Pasal 481 KUHP (Penadahan).

d.     Delik yang berlangsung terus  dan delik yang tidak berlangsung terus

Delik yang berlangsung terus misalnya perampasan kemerdekaan seseorang (Pasal 33 KUHP)

e.     Delik aduan dan bukan delik aduan

Delik aduan adalah delik yang penuntutannya hanya dilakukan bila ada pengaduan dari pihak yang terkena, misalnya  Penghinaan (Pasal 310 jo Pasal 319 KUHP), perzinahan (Pasal 284 KUHP), pemerasan (Pasal 335 ayat (1) sub 2 jo. Ayat (2) KUHP). Jo = juncto.

Delik aduan dibedakan :

1)     Delik aduan absolut, delik yang dapat dituntut atas dasar pengaduan
2)     Delik aduan relatif, dalam delik aduan ini ada hubungan istimewa antara pembuat dan korban.

* Aduan dan laporan digunakan dalam hukum pidana. Sedangkan gugatan digunakan dalam hukum perdata.

f.       Delik sederhana dan delik yang ada pemberatnya

g.     Delok ekonomi dan delik bukan ekonomi.

h.     Kejahatan ringan (Misal Pasal 364, 373, 375, dll).

PERBUATAN MELAWAN HUKUM OLEH INDIVIDU DAN
PENGUASA SERTA KEBIJAKSANAAN PENGUASA
YANG TIDAK DAPAT DIGUGAT
Perbuatan Melawan Hukum diatur dalam Pasal 1365 s/d Pasal 1380 KUH Perdata.
Pasal 1365 menyatakan, bahwa setiap perbuatan yang melawan hukum yang membawa
kerugian kepada orang lain menyebabkan orang karena salahnya menerbitkan kerugian
mengganti kerugian tersebut. Perbuatan melawan hukum dalam KUH Perdata berasal
dari Code Napoleon.
Molegraaff menyatakan bahwa Perbuatan Melawan Hukum tidak hanya
melanggar undang-undang akan tetapi juga melanggar kaedah kesusilaan dan kepatutan.
Pada tahun 1919, Hoge Raad mulai menafsirkan Perbuatan Melawan Hukum dalam arti
luas pada perkara Lindenbaum v. Cohen dengan mengatakan Perbuatan Melawan
Hukum harus diartikan sebagai berbuat atau tidak berbuat yang bertentangan dengan :
a. Hak Subyektif orang lain.
b. Kewajiban hukum pelaku.
c. Kaedah kesusilaan.
d. Kepatutan dalam masyarakat.1
Perbuatan Melawan Hukum dapat dilakukan baik oleh individu maupun penguasa.
Namun kebijaksanaan yang diambil penguasa untuk kepentingan umum tidak dapat
digugat. Paragraph-paragraph berikut ini akan menguraikan hal tersebut dalam putusanputusan
pengadilan Indonesia. Kitab Undang-Undang adalah law in book, putusan
pengadilan adalah law in action.

No comments:

Post a Comment